Pakar mengatakan bahwa Inggris hadapi kemungkinan sebagai negara paling parah terkena dampak pandemi COVID-19. Italia, Prancis, dan AS telah melaporkan penurunan jumlah kematian akibat COVID-19 dalam 24 jam terakhir.
Setelah dirawat selama delapan hari akibat mengidap COVID-19, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson akhirnya diperbolehkan pulang dari rumah sakit pada Minggu (12/04).
Pekan lalu, Johnson yang berusia 55 tahun dibawa ke Rumah Sakit St Thomas di London pada Minggu malam (05/04). Dia dipindahkan ke unit perawatan intensif (ICU) pada hari berikutnya dan tetap dirawat di sana hingga Sabtu (09/04).
"Setelah satu minggu hari ini saya meninggalkan rumah sakit, NHS telah menyelamatkan hidup saya, tidak perlu diragukan," kata Johnson dalam video berdurasi lima menit yang diposting di Twitter, merujuk pada Layanan Kesehatan Nasional (NHS) yang dikelola pemerintah.
Johnson juga mengucapkan terima kasih kepada para perawat, sembari menyebutkan secara khusus dua nama di antara mereka, yakni Jenny dari Selandia Baru dan Luis dari Portugal. Johnson menyebutkan bahwa mereka telah berada di samping tempat tidurnya selama 48 jam "ketika segala sesuatunya bisa terjadi sebaliknya."
Jumlah kematian di Inggris melampaui 10 ribu orang
Sementara Johnson telah diperbolehkan pulang, para menterinya mendapat tekanan dari publik untuk menjelaskan mengapa jumlah orang yang meninggal karena COVID-19 di Inggris meningkat begitu cepat. Jumlah kematian nasional akibat COVID-19 di negara itu telah mencapai 10 ribu orang.
Inggris melaporkan peningkatan kematian lebih dari 900 orang selama dua hari berturut-turut. Jumlah kematian pada Jumat (10/04) adalah 980 orang dan tercatat telah melampaui total kematian harian tertinggi di Italia -negara yang paling 'terpukul' di Eropa sejauh ini.
"Inggris kemungkinan akan menjadi salah satu negara yang paling parah terkena dampak di Eropa," kata Jeremy Farrar, direktur yayasan kesehatan Wellcome Trust dan anggota panel ilmiah yang memberi nasihat kepada pemerintah, kepada BBC.
Saat diminta mengomentari pernyataan tersebut, Menteri Kesehatan Inggris Matt Hancock tidak membantahnya. Hancock juga terus diminta menjelaskan masalah kurangnya persediaan alat pelindung diri (APD) bagi petugas medis dan tingkat pengujian COVID-19 yang rendah dibandingkan dengan beberapa negara di Eropa.
Jerman janjikan kepemimpinan kuat lawan pandemi
Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas telah menjanjikan kepemimpinan yang kuat untuk membantu negara-negara Uni Eropa mengatasi pandemi COVID-19, ketika negara itu mengambil alih jabatan presiden bergilir Dewan Uni Eropa pada 1 Juli mendatang.
Posisi itu kini tengah dijabat oleh Kroasia, dan bertanggung jawab atas berfungsinya majelis tinggi legislatif Uni Eropa. Jabatan ini diberikan bergilir di antara negara-negara anggota Uni Eropa setiap enam bulan sekali dan membantu menentukan agenda blok.
Dalam sebuah editorial untuk surat kabar Jerman, Welt am Sonntag, Maas menuliskan ''Kami akan membuatnya menjadi kepresidenan masalah virus corona dalam upaya mengatasi virus corona dan konsekuensinya.''
Maas menambahkan salah satu langkah penting setelah krisis berakhir adalah untuk "mencabut pembatasan perjalanan dan pasar internal, secara bertahap dan terkoordinasi."
Dia menekankan pentingnya solidaritas alih-alih saling menyalahkan. "Ini bukan pertanyaan tentang sistem mana yang lebih unggul, tetapi bagaimana memenangkan pertarungan melawan virus bersama-sama."
Ia juga menyerukan kolaborasi lebih dekat, seperti pengadaan bersama untuk produksi barang-barang medis, sambil menjaga rantai pasokan terbuka dan meningkatkan perlindungan sipil.
Maas mengkritik mereka yang mengeksploitasi dan mempolitisasi larangan pembatasan sosial, sembari mengatakan bahwa pihak-pihak itu telah ''melanggar demokrasi dan supremasi hukum." Dalam pernyataan yang ditujukan secara jelas ke Hongaria, Maas mengatakan pembatasan dengan ''kedok perang melawan virus corona" adalah "hal yang tidak dapat diterima."
Sejumlah negara perlihatkan penurunan jumlah kematian
Spanyol sebagai salah satu negara di Eropa yang paling parah terkena dampak pandemi COVID-19 telah bersiap membuka kembali sektor-sektor ekonomi. Para pekerja pabrik dan konstruksi di negara itu dijadwalkan kembali bekerja pada hari ini, Senin (13/04).
korban meninggal di Spanyol telah menurun dalam beberapa hari terakhir, namun Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez memperingatkan bahwa negaranya masih ''jauh dari kemenangan."
Sementara Italia, Prancis, dan Amerika Serikat (AS) telah melaporkan penurunan jumlah kematian akibat COVID-19 dalam 24 jam terakhir. Italia -negara Eropa yang paling menderita akibat pandemi ini- melaporkan jumlah kematian terendah dalam lebih dari tiga minggu.
Pakar penyakit menular ternama di AS, Anthony Fauci menyebut bahwa pandemi itu mungkin telah mencapai puncaknya. Ia menyebut beberapa bagian wilayah di negara itu dapat mulai mengurangi pembatasan pada Mei, tetapi memperingatkan bahwa mengembalikan keadaan bagi negara dengan ekonomi terbesar dunia ini tidak akan semudah membalikkan telapak tangan.
"Kami berharap pada akhir bulan ini kita dapat melihat sekeliling dan berkata, baik, apakah ada elemen di sini yang bisa kita mulai tarik kembali dengan aman dan hati-hati?" kata Fauci kepada CNN.
AS menjadi negara yang memiliki seperlima dari jumlah kematian akibat COVID-19 di dunia dan lebih dari setengah juta kasus yang dikonfirmasi positif terinfeksi penyakit ini.
pkp/rap (Reuters, AFP)
(ita/ita)Dunia - Terbaru - Google Berita
April 13, 2020 at 04:59PM
https://ift.tt/2RzK8Ga
Kematian Naik Cepat, Inggris Hadapi Kemungkinan Terburuk Akibat Pandemi Corona - Detiknews
Dunia - Terbaru - Google Berita
https://ift.tt/2M0nSS7
Shoes Man Tutorial
Pos News Update
Meme Update
Korean Entertainment News
Japan News Update
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Kematian Naik Cepat, Inggris Hadapi Kemungkinan Terburuk Akibat Pandemi Corona - Detiknews"
Post a Comment